Sabtu, 27 Juni 2015

Akankah Pabrik Semen Ini Merusak Lingkungan?

Semen merupakan jenis bahan bangunan material rumah yang paling sering digunakan. Bahan bangunan ini digunakan untuk membuat sebuah fondasi. Untuk itu, jangan salah pilih semennya.

SCG, produsen semen asal Thailand, menunjukkan aplikasi produk inovatif terbarunya di ajang pameran bahan bangunan Indobuildtech 2015 yang berlangsung di Jakarta pada 3-7 Juni 2015. Produk ini untuk memenuhi permintaan di pasar Indonesia.

SCG Cement Building Material, yang merupakan salah satu dari tiga bisnis utama perusahaan, memperkenalkan tiga produk andalannya, yaitu SCG Cement PCC (Portland Composite Cement), SCG Smartblock (beton ringan aerasi), dan Jayamix oleh SCG Super Concrete (formula baru untuk beton cor). Produk baru yang secara khusus dikembangkan untuk penggunaan di dinding ini menawarkan kualitas premium dan cocok untuk peletakan batu bata dan plastering.

Produk tersebut tidak hanya cepat kering, juga memiliki fitur menarik, seperti daya rekat yang kuat, mudah diplester, dan memiliki permukaan yang halus. Atthapol Phongcharoensuk selaku Branding & Marketing Manager SCG Cement Building Materials mengatakan, SCG Cement PCC akan dijual di pasar Indonesia pada Juli mendatang.

Selain itu, dia memperkirakan pembangunan pabrik semen SCG di Sukabumi akan selesai dan siap untuk berpotensi secara komersial pada kuartal ketiga 2015. Produk utama lainnya yang ditampilkan SCG di Indobuildtech Expo adalah SCG Smartblock, produk blok beton ringan yang sepuluh kali lipat lebih baik daripada blok beton pada umumnya dan mampu menghemat hingga 30% konsumsi energi dalam rumah tangga.

“SCG Smartblock merupakan produk beton ringan pertama kami yang menggunakan merek SCG di pasar ASEAN. Dengan selesainya pabrik greenfild beton aerasi (ALC) di Karawang pada April lalu, kami sekarang siap untuk beroperasi secara komersial. Kami pasti akan menjadi pemain ALC terdepan di Indonesia dengan memiliki kapasitas 450.000 meter kubik per tahun,” sebut Atthapol.

Tidak hanya sebatas itu, untuk memberikan solusi kepada konsumen dengan proyek pembangunan di area jalan yang sempit, SCG kembali memperkenalkan inovasi terbaru. Produk terbaru ini diberi nama Jayamixni, yaitu truk mixer pengantar beton siap pakai berukuran mini yang dapat melewati jalanan dengan lebar hanya 3 meter. Sebelumnya, proyek pembangunan dengan beton siap pakai di jalan sempit dikerjakan secara manual oleh pekerja proyek.

Hal ini karena truk mixer pengantar beton siap pakai yang berukuran normal tidak dapat menjangkau area dengan jalan terbatas tersebut. Metode manual ini tentunya tidak efisien dan dapat berpengaruh pada ketahanan struktur bangunan pada masa depan.

Country Director SCG Indonesia dan Presiden Direktur PT SCG Readymix Indonesia Nantapong Chantrakul mengatakan, Jayamixni merupakan solusi untuk pembangunan perumahan dan proyek infrastruktur yang berlokasi di area jalan sempit yang sebelumnya tidak dapat diakses oleh truk mixer pengantar beton.

Untuk tahap pertama, Jayamix produksi SCG meluncurkan enam truk Jayamixni sebagai proyek percontohan untuk melayani permintaan pasar. Ke depannya, SCG berencana meningkatkan jumlah truknya menjadi 20 truk sampai akhir tahun ini.

“Sesuai dengan tagline-nya, ‘Mini Order, Mini Acces, Maxi Quality’, Jayamixni tidak hanya mampu untuk mengantarkan beton siap pakai ke area berakses terbatas, juga mampu mengantarkan beton siap pakai berkualitas yang tepat sasaran kepada konsumen,” ujar Nantapong. 



Pembangunan pabrik semen  PT Siam Cemen Group (SCG) atau Semen Jawa di Kecamatan Gunung Guruh, Jawa Barat mendapatkan penolakan warga. Warga menilai, pabrik semen mengancam kelestarian lingkungan karena bisa menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dan membongkar pegunungan karst Gunung Guha Nyalindung. Juga, berdampak pada kesehatan, dan mengancam ekosistem DAS Cimandiri yang menjadi bagian kawasan pabrik.

“Kami masih tetap menolak pembangunan pabrik semen. Pembangunan pabrik baru berjalan sudah menyebabkan pencemaran sungai, polusi udara, bising karena alat berat dan sebagainya. Apalagi jika nanti sudah beroperasi?” kata Andrian Waluya Adi, warga Kampung Kubang Jaya,  Kecamatan Gunung Guruh

Dia mengatakan, jarak pabrik semen dengan pemukiman warga sangat dekat. Di beberapa sisi ada hanya berjarak dua dan empat meter. Jarak terjauh hanya 100-300 meter. Kondisi ini, tidak ideal jika ada pabrik semen.
“Sejak 2012, awal pabrik dibangun, warga sudah menolak. Proses sosialisasi perusahaan tidak menyeluruh. Warga tidak mendapatkan informasi utuh.”

Dalam sosialisasi, warga yang diundang hanya segelintir. Banyak warga tidak mengetahui mega proyek Rp3,4 triliun ini.
“Dalam audiensi dengan bupati beberapa waktu lalu, dia mengakui sosialisasi terlewatkan. Anehnya bupati mengatakan tidak harus semua warga menandatangani persetujuan pembangunan pabrik semen. Cukup perwakilan. Audiensi sudah tiga kali.”
Dalam audiensi, bupati seringkali menggiring upaya ganti rugi atau pembebasan lahan. Tanpa ada upaya menghentikan pembangunan pabrik.

Andrian mengatakan, banyak kejanggalan dalam dokumen persetujuan warga. Hanya segelintir warga dilibatkan hingga memancing amarah. Mereka aksi berkali kali.
Aksi melibatkan warga di tiga desa hulu pabrik: Sukamaju, Wangun Reja, dan Tanjungsari. Juga dua desa di hilir pabrik yakni Desa  Sirnaresmi dan Kebonmanggu meliputi Kecamatan Gunung Guruh, Nyalindung dan Jampang Tengah.
“Itu bukan aksi mencari sensasi atau menuntut ganti rugi lahan yang belum selesai. Ini perlawanan atas penjajahan yang terencana, masif dan terstruktur oleh Pemda Sukabumi dan investor sejak 2008.”


Dia mengatakan, warga kesulitan mengakses dokumen Amdal. Hingga Januari 2014, mereka meminta bantuan Walhi Jabar. “Dokumen Amdal akhirnya dapat. Saat dipelajari, banyak kelemahan. Itu Amdal jadi-jadian.”

Dalam dokumen Amdal merujuk RTRW Sukabumi 2006. Padahal dalam RTRW jelas wilayah itu bukan buat pertambangan.
“Amdal 2008 tetapi pembangunan mulai 2012 setelah ada revisi RTRW. Ini jelas ada cacat hukum,” katanya.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan mengatakan, sejak awal megaproyek itu bermasalah dari aspek sosial dan lingkungan hidup. Ada indikasi pelanggaran aturan selama proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

“Adanya kejanggalan-kejanggalan sosialisasi proyek, dimana warga yang terkena dampak langsung dan tidak langsung tidak diberikan informasi utuh dan lengkap mengenai rencana pembangunan.” Dalam penyusunan Amdal, katanya, belum sepenuhnya melibatkan warga.

Dia menilai, Pemkab Sukabumi  dan SCG mengabaikan aspirasi dan keberatan warga. Padahal, mereka dirugikan dengan pembangunan pabrik itu.
Untuk itu, dia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan BPLHD Jabar segera memeriksa pembangunan ini.

Menanggapi ini, Kepala BPLHD Jabar Anang Sudarna mengatakan, pembangunan pabrik semen di Sukabumi, tidak sepenuhnya soal lingkungan hidup. Ada persoalan sosial yang harus segera diselesaikan Pemkab Sukabumi.

“Persoalan sosial seperti kesepakatan ganti rugi belum disepakati. Ada beberapa warga menolak besaran ganti rugi,” katanya.
Anang menilai, persoalan tenaga kerja dalam pembangunan pabrik juga menjadi pemicu konflik di masyarakat.

Mengenai sosialisasi pembangunan pabrik, katanya, fakta dokumen sosialisasi ada. Memang, katanya, tak perlu semua warga ikut menandatangani, lewat perwakilan.

“Proses Amdal sudah selesai. Ini melibatkan pakar dan penilai. Dokumen Amdal lolos uji. Tinggal mengikuti rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam dokumen agar dampak bisa diminimalisir.”
Anang mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merekomendasikan kawasan itu bukan karts kelas satu hingga bisa ada pertambangan.

Soal mengecek lapangan, katanya, BLH Sukabumi intens melakukan pengawasan. Tiap enam bulan sekali ada laporan. Dia menilai, laporan BLH Sukabumi mengenai pabrik semen masih wajar. “Sesekali kita dari provinsi juga pengecekan lapangan.”



Pasalnya, pabrik semen asal Thailand tersebut akan menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) karena operasi tambang menggunakan batubara. Kondisi itu tentunya  membahayakan kesehatan warga sekitar dan mengancam kelestarian lingkungan hidup.

“Produksi pabrik semen itu akan menimbuklan polusi karena menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3,” kata Direktur Walhi Jabar, Dadan Ramdan

Persoalan lainnya, lanjut Dadan, pabrik semen ini masih bermasalah dalam  izin lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Belum lagi, sumber mata air bagi warga di sekitar pabrik juga akan hilang. Dampak lainnya yakni penggusuran lahan dan permukiman warga yang ada di sekitar pabrik semen.
“Seharusnya, warga di sekitar pabrik semen harus mendapatkan informasi mengenai Amdal yang lengkap,” cetusnya.

Bupati Sukabumi Sukmawijaya menegaskan keberadaan pabrik semen di Kabupaten Sukabumi tidak akan merusak lingkungan. Menurutnya, pabrik semen itu mempunyai teknik dan cara beroperasi tanpa menimbulkan polusi.

“Perusahaan asal Thailand tersebut sudah berpengalaman sekitar 100 tahun dalam industri semen, seringkali mendapatkan penghargaan dari dunia karena keberhasilannya membangun industry berwawasan lingkungan. Jadi tak perlu khawatir. Namun, ke depan jika perusahaan tidak mampu mengendalikan kerusakan lingkungan maka ditindak tegas,” jelasnya.

Dikuti dari:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar