Cicurug
dahulu. Tempat dimana air sebagai karunia Tuhan, dimana air sumber kehidupan, dimana
air milik Indonesia, dimana air melimpah ruah, dimana air tidak ada harganya,
dimana air tidak diperjual belikan, dimana air adalah surga, dimana air adalah
segalanya. Pagi hari warga desa keluar rumah dengan membawa sebilah bambu, lalu
mereka hunuskan ke dinding tebing, dan air pun keluar untuk dijadikan air
wudhu. Siang hari seorang ibu membawa panci kosong menuju dinding tebing dan
ditaruhnya panci tersebut dibawah bilah bambu, air pun keluar dan akan ibu
masak untuk kebutuhan keluarganya. Malam hari seorang ayah pulang ke rumah dan
menuju ke dinding tebing untuk mandi demi meluruhkan peluh yang ada ditubuhnya
setelah seharian bekerja untuk keluarga.
Cicurug
sekarang. Tempat dimana air sumber rupiah, dimana air milik Perancis, dimana
air telah mengering, dimana air tinggi harganya, dimana air diperjual belikan, dimana
air barang yang langka, dimana air? Dimana air? Pagi hari warga desa menampung
air keruh yang keluar dari keran untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Siang hari
seorang ibu duduk di depan rumah menunggu penjual air lewat di depan rumahnya
untuk membeli 1 drum air. Malam hari sang ayah pulang hanya melihat air yang
keruh untuk berwudhu walaupun besar keinginannya untuk membersihkan seluruh
tubuhnya.
Apa
daya kita Indonesia? Melihat rupiah yang dibawa orang asing seakan menjadi
barang yang sangat langka sehingga ingin sekali kita memilikinya dengan
memberikan segalanya yang kita punya.
Parungkuda
dahulu. Tempat dimana warga dapat berkumpul, di suatu arena, pacuan kuda.
Tempat dimana warga desa setiap hari dapat mengurus, menyayangi, dan
menyaksikan kuda terbaiknya bertanding. Tempat dimana warga dapat berpergian
kemanapun dengan menunggangi kuda miliknya. Tempat dimana kuda menjadi teman
terbaik para warga.
Parungkuda
sekarang. Tempat dimana warga dapat berkumpul di suatu garment. Tempat dimana
warga Indonesia diperbudak oleh Korea. Tempat dimana pendidikan tidak ada
harganya. Tempat dimana ribuan motor keluar dari garment disaat jam kerja
selesai. Tempat dimana kemacetan menjadi suatu hal yang tidak asing disana.
Apa
daya kita Indonesia? Melihat rupiah yang dibawa orang asing seakan menjadi
barang yang sangat langka sehingga ingin sekali kita memilikinya dengan
memberikan segalanya yang kita punya.
2
daerah tersebut hanya sebagai contoh dimana Indonesia kembali dijajah secara
perlahan oleh bangsa asing, bukan kerjasama yang dibicarakan tetapi penjajahan
yang dimaksud. Indonesia bangsa yang sangat kaya dimana sumber daya alam
melimpah dan sumber daya manusia sangat berkualitas. Apakah hanya tangan-tangan
asing yang dapat mengolahnya? Apakah tangan kita sangat lemah sehingga kita
tidak bisa mengolah kekayaan kita sendiri?
Wahai kaum
terpelajar Indonesia, KEMBALIKAN INDONESIA KEPADA INDONESIA
Sumber : Realitas yang dialami sendiri
Sumber : Realitas yang dialami sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar